12.30.2009

Peluk Kami Pagi-Pagi

Sekali lagi, pagi ini ku mengukur jalan. Jalan yang sama seperti setahun, sebulan, seminggu, dan sehari lalu. Aspal yang sama. Trotoar itu juga. Tikungan. Tanjakan. Juga turunan. Masih sama. Ini sama juga. Dengan hari-hari kemarin. Ketika Tuhan memelukku dalam-dalam. Dalam setiap jengkal keajaiban. Pagi hari di sepanjang jalan yang monoton. Sinar mentari itu mengintip malu-malu. Mengendap-endap di balik dedaunan. Memberikan citra lembut oranye muda. Gemerlap. Berkedip-kedip. Genit. Dedaunan itu sesekali bergoyang pelan. Seperti penari. Gemulai. Masih ibu itu juga. Tak jauh dari perempatan. Dia akan berdiri di titik itu pada pukul sekian. Menyapu dedaunan yang berserakan. Sementara debu terbang di sekitarnya memahat cahaya. Udara masih muda. Segar. Belum tercemar. Ku tancap gas motor dalam-dalam. Angin menerpa badan. Partikel halusnya menyelinap di sela pori pakaian. Tiada panas. Hanya kesejukan. Mentari meninggi. Pelan-pelan. Hingga ku sadar ini bukanlah mentari yang tadi kulihat di depan pagar rumah. Yang ini lebih tinggi. Lebih sangar. Tapi tentu tetap elok. Awan tipis. Juga seperti diam. Sekalipun tidak. Ia bergerak juga. Sangat lembut. Hingga ku pun tak sadar ia sudah berkali-kali ubah bentuk. Awan itu memahat cahaya. Pahatannya melintas tegas di sela-sela. Jakarta kian bergejolak. Penuh hiruk pikuk. Mengencang seiring jam pagi merangkak ke siang. Memecah harmoni alam. Bising. Tapi, biarkan saja semua membising. Karena Tuhan ada di mana-mana. Menyapa diam-diam atau nyata-nyata. Dalam semua ciptanya. Kita tak mungkin lagi berlari. Atau melarikan diri. Karena kita hanyalah bayi. Meringkuk tanpa daya.... Dalam pelukan-Nya. Tuhan, Peluklah kami dalam-dalam.... ..................................................... -- menuju kantor pukul 05.45 - 07.00 WIB-- .....................................................
mencari Tuhan pagi-pagi