12.30.2009

Anak-Anak udah Bobo Belum.....?

"Kamu ke mana aja..." tatapanmu lemah tapi dalam. Menhujam ke dalam hati ini. Justru, aku yang selama ini selalu berzikir dalam hati tentangmu. Kata-kata yang sama seperti kalimat mu saat ku kemudikan 'si tembem'.

"Kemana saja kamu...." Dulu aku sering bergurau dengan seorang teman. Tentang sosok perempuan ideal.

Tidak ada itu perempuan sesuai keinginan. Karena memang kita, manusia, justru sempurna dalam ketidaksempurnaannya.

Karena itu aku yakin, aku hanya bermimpi. Bahwa suatu saat nanti akan ada bidadari buah dari imajinasi. Sampai satu waktu. Seorang teman yang sebenarnya sudah jauh dari radar pergaulanku mengajak bertemu. Hari itu, Sabtu, 25 April 2009.

Hahaha.... Aku bahkan masih bisa tersenyum geli saat ini. Ketika tulisan ini kubuat. Bahwa teryata, aku pun masih sangat ingat tanggal dan hari serendipity itu.

Kabar pernikahan itu terus terang membuat hati ini bungah. Seorang teman seperjuangan zaman kuliah dulu, alhamdulilah, akhirnya akan segera menikah. Dia pinta aku menemuinya untuk seserahan kartu undangan. 

Tapi tentu kebungahan hatiku waktu itu belum ada apa-apanya ketika akhirnya aku bertemu seorang perempuan 'antah berantah' yang memporakporandakan benteng perasaan.

Ah, aku tahu. Kamu pasti tertawa lagi membaca tulisan gombal ini. Sepucuk undangan pernikahan itu temanku berikan dengan ditemani sang calon istri, dan: kamu.

Aku merasa perlu meletakkan titik dua (:) setelah kata "dan" dan sebelum kata "kamu". Karena memang sebenarnya kamulah akhirnya tokoh di foodcourt lantai 3A Plaza Semanggi di sekitar pukul 15.30 sore itu. Seperti bola salju.

Butir salju yang menggelinding itu lama kelamaan membesar dan akhirnya membentuk bongkahan terbesarnya.

Ya, ada bahasa tubuh dan kata-katamu yang memperbesar bola salju itu. Sebut saja bola salju itu adalah, ehm...., perasaannku padamu. (aduh, jangan tersipu lagi ya....) Aku yang sudah lama gantung jemari dari ulah tulis menulis kembali bisa menari lentik di atas keyboard laptop.

Tulisan demi tulisan mengalir deras seperti arus aliran air di selokan depan rumah saat hujan super deras mengguyur. Memang hanya sebagian kecil diantaranya yang bercerita tentangmu. Tapi yang lebih penting dari itu aku yakin ada unsur kamu di balik birahi menulisku itu.

Bola salju itu terus menggelinding hari ini, detik ini. Bahkan, ketika kamu membaca tulisan ini untuk pertama kalinya atau bisa jadi kelak saat kau baca kembali tulisan pujangga norak asal bekasi ini. (yey... thats me...!)

Mmmm.... Sambil kita biarkan bola salju itu terus menggelinding dan membesar. Aku cuma ingin mengenang kata-katamu di awal tulisan.

*************

Kamu bertanya kenapa aku baru muncul sekarang? Karena memang sekaranglah waktu yang tepat bagi kita untuk bertemu. Seperti matahari yang punya waktu tertepatnya untuk terbit ataupun tenggelam.

Kamu bertanya kenapa aku baru muncul sekarang? Kalau saja kita bertemu lebih cepat, rasanya mustahil kita bisa se tune-in satu sama lain seperti saat ini. Karena memang kita yang sekarang adalah bentukan dari yang lalu. Tentang manis dan pahit, pasang dan surut, tenang dan gelombang yang kita tanam dengan cerita kita dahulu di alam yang berbeda itu.

Kamu bertanya kenapa aku baru muncul sekarang? mmmm.... Nah, kali ini kamu bebas menjawab sendiri pertanyaan itu. Jalan di depan masih sumir. Tidak jelas. Seperti saat kamu membaca tulisan ini tanpa kacamata minus-mu yang frame nya besar itu. Cuma satu yang jelas: kesumiran tentang masa depan kita itu sendiri.

Seperti puzzle, kita sedang merangkainya satu-satu untuk membentuk gambaran utuhnya. Lalu kamu bertanya lagi suatu malam nanti dengan cemberut khas mu itu, "Kamu kemana aja...?" "Maaf sayang, tadi hp-ku lowbat.... Mati.... Kerjaan di kantor luar biasa menggunung. Tapi anak-anak sudah kamu tidurkan pulas kan?" Ah, semoga dialog itu bukan impian lagi. InsyaAllah....