1.10.2012

Rukun Facebook ada lima

logo Facebook dengan dua siluet perempuan sedang menggunakan laptop.
photo: http://www.telegraph.co.uk

Tulisan ini sedikit saja tentang Facebook. Beberapa pemikiran yang coba saya sederhanakan. Sebagian di antaranya berdasarkan ilmu sekolahan dan kuliahan. Sebagian lainnya dari pengalaman. Membaca ini bisa jadi terapi untuk diri sendiri. Atau juga, cerminan untuk pembaca sekalian.

  1. Curhatlah pada orang yang tepat
Bukan satu dua kali ada yang curhat di Facebook via status, notes, foto atau video. Mungkin yang bersangkutan melakukan itu untuk pelepasan emosi, amarah atau rasa galau. Teorinya, itu salah satu bentuk katarsis. Sayangnya, curhatan itu jadi tontonan gratis banyak orang. Bukan hanya teman dekat yang mengerti konteks persoalannya, namun juga orang-orang yang sama sekali enggak tahu juntrungannya. Kalau sudah begini, pesan curhat itu bisa jadi santapan empuk pergunjingan. Sayangnya, cara ini juga cenderung tidak membantu penyelesaian persoalan.

  1. Berpikir seribu kali untuk posting apapun
Mikir seribu kali untuk setiap postingan mungkin terlalu alay bin lebay. Paling tidak, cobalah kita berpikir berulang kali untuk setiap postingan yang dibuat. Pikirkan apakah pesan itu ada manfaatnya buat banyak orang? Apa dampaknya? Apakah teman-teman kita pantas membacanya? Siapa saja yang pantas tahu? Selalu ingat, teman kita di Facebook beragam jenisnya. Mulai dari yang berhati malaikat sampai berhati sorga (lho, apa bedanya?).

  1. Facebook itu cermin
Maksudnya, tentu bukan cermin untuk ngecek jerawat. Dulu ada pepatah, “you are what you read”. Sekarang, pepatah itu bisa digubah jadi, “you are what your status is”.

Facebook ibarat cermin. Via Facebook seseorang bisa menilai orang lain cukup dengan membaca dan melihat semua postingannya. Orang yang gemar berdoa ada kemungkinan memang orang itu imannya sedang menanjak. Orang yang gemar mengeluh ada kemungkinan orang itu sedang lupa bersyukur. Orang yang gemar posting ’kemewahan’ ada kemungkinan orang itu sedang butuh pengakuan. Dan banyak kemungkinan-kemungkinan lainnya.

Nah, kalau memang kita sangat peduli penampilan, berhati-hatilah menampilkan diri di akun Facebook kita. Tentu aturan ini tidak berlaku bagi kita yang tidak peduli apa kata orang.

  1. Wall dan Inbox itu beda
Yup! Wall dan Inbox itu sama pembuat Facebook sengaja dibedakan karena memang fungsinya berbeda. Jadi, kalau ingin bicara ’in private’ ada baiknya di dalam Inbox saja. Sementara, Wall itu ibaratnya pekarangan rumah. Apa yang kita pajang di situ akan dapat dilihat siapapun yang melintas. Wall itu memang pantas untuk ruang ‘pameran’. Jadi pilah-pilah lah terlebih dahulu, kira-kira "produk" apa yang ingin dipamerkan. Produk itu ya status, note, foto dan video yang kita punya.

  1. Berdoalah dalam kesendirian
Seringkali ditemukan status Facebook yang isinya tentang doa-doa kepada Tuhan. Pertanyaannya,  mengapa doa itu ditulis di status Facebook kalau memang ditujukan kepada Tuhan? Kalau memang niatnya berdoa, bukankah lebih tepat kalau  status itu cukup disimpan dihati lalu disampaikan kepadaNya pada waktu-waktu yang memang tepat. Misalnya, setelah shalat. Karena, setahu saya, Tuhan enggak punya akun Facebook.

Sederhananya, Facebook itu ibarat pisau. Harus hati-hati menggunakannya. Dia bisa banyak menolong. Atau malah bikin kita jadi orang yang perlu ditolong. Wallahua’lam.